Pengalaman Menjadi Volunteer Photographer Running Event Mesastila Peaks Challenge 2016
Ini mungkin judul tulisannya gak kreatif sekali ya.. Diawali dengan kata "Pengalaman".. Tapi hanya itu yang melintas dipikiran saya saat mau mulai menulis.
Tulisan kali ini mengenai pengalaman pertama saya menjadi volunteer photographer sebuah ajang extreme trail running bernama Mesastila Peaks Challenge 2016. Disebut extreme karena pelari ditantang untuk berlari melalui beberapa puncak gunung didaerah Jawa Tengah yaitu Gn. Andong 1726m, Gn. Merbabu 3145m, Gn. Merapi 2930, Gn. Telomoyo 1894m dan Gn. Gilipetung 1400m. Selain Peaks Challenge yang 100 km ada juga kategori lainnya termasuk Trail Run 11K.
Peaks challenge yang harus dilalui pelari. |
Terlalu gaya sih istilah Volunteer Photographer itu :) Karena memang engga ada yang namanya volunteer photographer. Yang ada saya hanya menawarkan diri untuk turut memotret para pelari diarea sekitar garis finish lalu hasil foto yang saya buat boleh dipublikasikan untuk umum tanpa ada keuntungan materi untuk saya. Istilah volunteer itu saya copy dari cerita seorang teman yang katanya mengaku menjadi volunteer runner saat Komando Run di Jakarta beberapa waktu lalu . Yang itu lebih gak jelas lagi dan gak perlu dibahas ditulisan saya ini..:)
Keinginan
untuk melibatkan diri sebagai
volunteer photographer sebetulnya tidak datang begitu saja. Diawali dengan kabar kalau
adik saya dan istrinya beserta beberapa pelari dari BSD Running Buddies akan ikut ajang lari di Mesastila dan akan berangkat ke Magelang melalui Semarang. Dan ternyata lokasi Mesastila itu tidak terlalu jauh dari Semarang. Bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Dekatlah kalau menurut saya mah.. Lalu sayapun jadi semangat untuk untuk
memberikan support pada saat race dilaksanakan…
MesaStila Resort dengan bendera-bendera negara peserta race. Berlokasi di desa Losari, Grabag. Magelang |
Nah lalu ide
itu terbersit begitu saja.. Saya kemudian mencari info race dan mengirim email
menawarkan diri menjadi semacam volunteer photographer. Niat saya disambut baik
oleh committee ( Mas Sri Agus Budi Santoso) yang kemudian memberikan ijin..
Mulailah saya
jadi semakin excited. Sebetulnya ini bukan pertama kali saya ngikut ngikut para adik lelaki itu berlomba.. Beberapa tahun lalu saat masih musim MTB race. Saya juga beberapa
kali ikutan ketempat lomba (kebetulan lokasinya dekat rumah)dan motret..
Sebelum
nerusin cerita.. saya mau bilang kalau saya bukan photographer professional. Saya hanya senang motret. Gear saya juga biasa bangeeet .. Cukupan untuk food photography dan still life
photography. Biasanya saya motret makanan, motret
salad, smoothies, jus, snacking ala ala glutten free.. Motret cangkir
yang ditumpuk deket buku dan ditambah bunga, motret kopi kalau lagi ke tempat
ngopi sehingga saya punya hashtag khas #ibufotokopi yang isinya aneka kumpulan foto coffee time. Foto-foto itu saya
upload di Instagram, Facebook, Flickr.. Buat seneng seneng aja sambil bergaul. Saya bergaul dalam komunitas photographer di Semarang yang sering mengunggah foto-fotonya di Instagram yang anggotanya masih kinyis kinyis sehingga
saya seolah-olah menjadi semacam penasehat di komunitas itu.. ha3x
Persiapan
menuju Mesastila .. Saya menyediakan tambahan memory card dengan kapasitasnya yang lebih besar dan tambahan betere kamera. Juga berkonsultasi
dengan Mas Basith dari Komunitas photographer Toekang Photo Semarang tentang
teknik penggunaan lensa, lalu browsing how to photograph running event.
Tapi pada kenyataannya untuk trail running race seperti ini saya kurang maksimal belajarnya. Banyak foto yang kurang fokus karena objeknya kan memang bergerak berlari. Kadang
mereka gak lari tapi begitu difoto malah jadi lari. Bolak balik saya nanya ke suami.. Eh pak ini
kok tadi gak fokus ya? Dia itu (suami maksudnya.. ) bukan photographer tapi lebih paham
teori pengaturan aperture, shutter speed, exposure dan lainnya sehingga kadang saya harus berkonsultasi dengannya. #halah #ketergantunganyangmelekat
Red carpet menuju finish line. |
Sehari menjelang race saya menyengaja datang ke Mesastila Resort untuk melihat-lihat. Setidaknya saya harus tahu seperti apa start dan finish line nya dan kira-kira dimana akan memilih spot untuk memotret. Setelah bertemu dengan Mas Agus dan Mass Trisna dan diberi beberapa gambaran saya kemudian memutuskan untuk memotret bukan di finish line karena menurut pemikiran saya pasti akan banyak photographer yang mengambil tempat diarea itu. Saya memutuskan untuk memotret didalam perkebunan kopi.. di alam.. sehingga bisa mengabadikan para runners dengan latar belakang pemandangan hijau pepohonan dan bukan hanya spanduk-spanduk race yang jadi typical photo lomba lari.
Tapi
ternyata belakangan saya jadi tahu bahwa kedua moment itu berbeda.. Moment saat berada di jalur lari itu adalah moment during the race dimana pelari masih bertarung dengan sisa sisa tenaganya untuk bisa mencapai finish line. Dan moment di finish line itu adalah moment victory, kemenangan.. Moment of glory. Keduanya mempunyai pesona yang berbeda.
Dalam satu
race itu banyak sekali moment yang bisa diambil. tapi tentu saja almost
impossible to take all those precious moments only by one photographer. A race need passionate photographers yang mempunyai ketertarikan
untuk menangkap precious moment dari manusia-manusia yang terlibat didalamnya. Ini IMHO lho ya.. dari saya yang masih belajar.
Pada hari H setelah menemui Mas Trisna dari Mesastila saya lalu menuju jalur kedatangan para pelari. Masuk ke jalan setapak perkebunan kopi, naik turun, slipery dan berundak-undak. Uh.. Belum juga lama masuk ke kebun kopi sudah ketemu pelari 100 km. Masih pagii dan dia sudah mau mencapai finish line. Wajahnya kalem tidak menujukkan tanda-tanda habis berjuang selama 26 jam lebih naik turun puncak gunung. Terkagum-kagum saya.. Pelari ini, Mas Hengky Kurniawan, kemudian sempat saya foto sambil mengibarkan bendera merah putih..
Dari race result Mas Hengky menempati peringkat 7 dari kategori 100 km. Idola!
Lalu saya melanjutkan lebih masuk lagi ke perkebunan kopi sampai tiba ditempat yang lapang menghadap ke sebuah jembatan. Diatas jembatan ini ada turunan licin yang curam dan sekoyong-konyong membelok. Sehingga banyak pelari yang terjatuh. Spot yang cukup bagus untuk bisa menangkap moment ditempat itu.
Sambil menunggu pelari berdatangan satu persatu, saya menyempatkan diri mengamati sekeliling. Rumpun bambu, jembatan jembatan bambu, daun talas berdaun lebar dan sungai kecil yang mengalir deras. Kelihatan juga beberapa capung hitam. Aah capung langka.. sayang saya gak punya waktu untuk memburunya. Saat asik mengamati, tanpa sadar ada seorang petani yang hendak melintas dibelakang saya. Saya kaget setengah mati. Menurut pengakuannya dia sengaja berdiri di belakang saya karena kehadiran dia pasti akan mengagetkan saya yang sedang asik liat-liat.. Pelajaran: jangan keasikan sendiri!
Mengenai ekspresi pelari.. Sesungguhnya kebanyakan sudah luluh lantak saat mendekati garis finish. Kehadiran saya ditengah-tengah rute berlari mereka menjadi semacam oase. Seneng tiba-tiba ketemu manusia dan bisa nanya masih jauh apa engga untuk sampai ke garis finish. Termasuk pelari asing juga menanyakan hal yang sama dan mengakhirinya dengan berujar Thanks God.. Mereka sudah lelah berlari tapi karena ada kamera demi pencitraan mereka kembali berlari dan kembali berjalan kaki setelahnya. Bagooous..
Personally saya sangat menikmati saat-saat saya memotret ditengah alam ini. Berada ditengah kebun kopi, bersandar dipohon pisang yang daunnya tergantung mengering. Mengamati aneka warna buah coklat yang ditanam bergabung dengan tanaman kopi. Duduk diatas daun pisang yang sengaja dipotong sebagai alas duduk ketika ada jeda. Beberapa kali saya merasa seperti ada gerakan seseorang didekat saya.. Tapi saat dilihat gak nampak mahluk apapun. Ah itu mungkin perasaan saya aja..
Setelah siang saya berpindah ke area disekitar finish line. Keputusan saya itu tepat sekali karena akhirnya saya bisa menyambut adik ipar saya, Ninuk Hapsari yang mencapai garis finish dengan setrong setelah berlari 21K. Hebaaat. Selamat yaa Ninuk.. Idola! Padahal tadinya saat memasuki area finish line Ninuk sudah gak bisa senyum.. tapi begitu mengetahyu ada yang meneriaki dan menyambut akhirnya kembali berlari ke garis finish dengan gembira dan berbinar-binar.
Catatannya: menyambut pelari di garis finish itu penting dan manusiawi. Wajah kelelahan seakan terhapus begitu saja ketika tau bahwa ada yang menyambut dan meneriaki mereka menjelang garis akhir. Saya juga senang melihat ekspresi para finisher, ekspresi kelegaan para penyambut dan ekspresi persahabatan diantara para pelari.
Lalu seusai race.. Foto-foto saya unggah di social media. Facebook dan Instagram dengan hashtag #mesastilapeakschallenge. Akhirnya foto-foto menyebar dan saling tagging diantara para pelari. Dampaknya saya kebanjiran permintaan pertemanan. Saya.. food photographer wannabe akhirnya berteman dengan para pelari yang hebat. Jangan kecewaa yaa sehabis moment ini saya akan balik motret makanan, jus, smoothies, cangkir teh, bunga.. Jangan di-unfriend yaa... :)
Dari race result Mas Hengky menempati peringkat 7 dari kategori 100 km. Idola!
Lalu saya melanjutkan lebih masuk lagi ke perkebunan kopi sampai tiba ditempat yang lapang menghadap ke sebuah jembatan. Diatas jembatan ini ada turunan licin yang curam dan sekoyong-konyong membelok. Sehingga banyak pelari yang terjatuh. Spot yang cukup bagus untuk bisa menangkap moment ditempat itu.
Sambil menunggu pelari berdatangan satu persatu, saya menyempatkan diri mengamati sekeliling. Rumpun bambu, jembatan jembatan bambu, daun talas berdaun lebar dan sungai kecil yang mengalir deras. Kelihatan juga beberapa capung hitam. Aah capung langka.. sayang saya gak punya waktu untuk memburunya. Saat asik mengamati, tanpa sadar ada seorang petani yang hendak melintas dibelakang saya. Saya kaget setengah mati. Menurut pengakuannya dia sengaja berdiri di belakang saya karena kehadiran dia pasti akan mengagetkan saya yang sedang asik liat-liat.. Pelajaran: jangan keasikan sendiri!
Mengenai ekspresi pelari.. Sesungguhnya kebanyakan sudah luluh lantak saat mendekati garis finish. Kehadiran saya ditengah-tengah rute berlari mereka menjadi semacam oase. Seneng tiba-tiba ketemu manusia dan bisa nanya masih jauh apa engga untuk sampai ke garis finish. Termasuk pelari asing juga menanyakan hal yang sama dan mengakhirinya dengan berujar Thanks God.. Mereka sudah lelah berlari tapi karena ada kamera demi pencitraan mereka kembali berlari dan kembali berjalan kaki setelahnya. Bagooous..
Personally saya sangat menikmati saat-saat saya memotret ditengah alam ini. Berada ditengah kebun kopi, bersandar dipohon pisang yang daunnya tergantung mengering. Mengamati aneka warna buah coklat yang ditanam bergabung dengan tanaman kopi. Duduk diatas daun pisang yang sengaja dipotong sebagai alas duduk ketika ada jeda. Beberapa kali saya merasa seperti ada gerakan seseorang didekat saya.. Tapi saat dilihat gak nampak mahluk apapun. Ah itu mungkin perasaan saya aja..
Setelah siang saya berpindah ke area disekitar finish line. Keputusan saya itu tepat sekali karena akhirnya saya bisa menyambut adik ipar saya, Ninuk Hapsari yang mencapai garis finish dengan setrong setelah berlari 21K. Hebaaat. Selamat yaa Ninuk.. Idola! Padahal tadinya saat memasuki area finish line Ninuk sudah gak bisa senyum.. tapi begitu mengetahyu ada yang meneriaki dan menyambut akhirnya kembali berlari ke garis finish dengan gembira dan berbinar-binar.
Catatannya: menyambut pelari di garis finish itu penting dan manusiawi. Wajah kelelahan seakan terhapus begitu saja ketika tau bahwa ada yang menyambut dan meneriaki mereka menjelang garis akhir. Saya juga senang melihat ekspresi para finisher, ekspresi kelegaan para penyambut dan ekspresi persahabatan diantara para pelari.
Lalu seusai race.. Foto-foto saya unggah di social media. Facebook dan Instagram dengan hashtag #mesastilapeakschallenge. Akhirnya foto-foto menyebar dan saling tagging diantara para pelari. Dampaknya saya kebanjiran permintaan pertemanan. Saya.. food photographer wannabe akhirnya berteman dengan para pelari yang hebat. Jangan kecewaa yaa sehabis moment ini saya akan balik motret makanan, jus, smoothies, cangkir teh, bunga.. Jangan di-unfriend yaa... :)
Terakhir.. Saya ingin menyampaikan kekaguman dari lubuk hati yang paling dalam untuk semua pelari baik yang finish atau yang not finish. Semua IDOLA!
Catatan:
Kosa-kata baru terfavorit: IDOLA.
Catatan:
Kosa-kata baru terfavorit: IDOLA.
Jembatan bambu. |
Papan jembatan yang rapuh feat pijakan pelari yang kuat. |
Pelari ini mengajak binatang peliharaannya . |
Ekspresi bersyukur karena sudah menyelesaikan race. |
Dan sayapun selfie seorang diri ditengah semak-semak gak jelas....
Semarang, 10/14/2016
Komentar
Posting Komentar