Hatam Al Quran di Usia 53 Tahun

Sebetulnya sudah sejak beberapa hari lalu saya mau menulis pengalaman ini. Pengalaman saat untuk pertama kalinya saya khatam Al Quran. Pengalaman pertama kali ikut tadarusan di bulan Ramadhan. Yes, saya pertama kali khatam Al Quran di usia 53 tahun. Jadi selama ini kamu kemana aja ? Eaa..


Perasaansaat itu mengharu biru. Pertama, karena saya menyimpan foto Kana dan Vita dihalaman doa khatmil Quran. Saya jadi berperasaan Oke this is for you girls. Everything will always be all right with both of you even you're miles away (mereka pan lagi di Melbourne).  Kedua.. Saya merasa terharu aja. sampai-sampai saya bilang ke suami: Pak ini khatam aku yang pertama kali lho. Di  usia 53 tahun. Hellooo.. jadi selama ini aku kemana aja? (pertanyaan ini sampai dua kali aku tulis). Suami saat itu menimpali: seharusnya sebelum menikah dulu saya harus sudah khatam Al Quran. Tapi saat dulu itu kan tidak ada yang membimbing, kalaupun ada mungkin saya belum mendapat hidayah kala itu..

Sekarang saya mau menjawab pertanyaan diri sendiri mengenai selama ini saya kemana saja sampe-sampe kok baru ikutan tadarusan dan khatam diumur sesaya ini..Pertanyaan yang hanya saya sendiri yang bisa jawab, lha kan memang hanya saya sendiri yang tau.. 

Jadi kisahnya sudah pasti throwback. Sebetulnya saya sudah belajar mengaji sejak saat di Sekolah Dasar. Bukan belajar di sekolah karena saya bersekolah di Sekolah Khatolik yang tidak ada pelajaran Agama Islamnya. Saat itu saya belajar mengaji bersama, belum musim TPA seperti pada saat angkatan anak saya. Belajarnya seingat saya tidak terlalu berkesinambungan, on off.. Karena yang saya ingat untuk mencapai tempat belajar mengaji itu saya harus menyebrang jalan raya besar. Saat SMP selama bulan ramadhan, saya rajin taraweh ke Mesjid yang untuk mencapainya lagi-lagi harus menyebrang jalan raya besar. Saat itu yang membuat semangat adalah karena suka ada cowok yang manggil manggil nama saya.. Receh banget.

Saat SMA saya juga belajar mengaji barengan saudara sepupu dengan guru yang dipanggil kerumah seminggu sekali. Tapi lagi-lagi saya belum mendapat hidayah. Saudara sepupu saya juga sepertinya saat itu belum mendapat hidayah karena yang ada kita sering mencari alasan supaya giliran mengajinya paling belakangan. Bisa dibilang saat itu sedikit ilmu yang menempel, meskipun untuk bacaan solat dan surah-surah pendek semua sudah hafal diluar kepala. Hafal karena saya memang terlahir beragama Islam  dan otomatis aja surah surah pendek untuk sholat menjadi hafal dengan sendirinya.

Oh iya.. Saat SMA dan kuliah saya sudah merantau tinggal di kota Bandung dan orangtua tinggal di kota lain. Setiap hari saya melaksanakan ibadah sholat wajib, rajin sholat sunah tahajud, puasa dan ibadah lain selayaknya seorang Muslim. tapi tidak mengaji. 

Begitu seterusnya sampai saya nikah dan punya anak. Untuk tidak mengulangi kesalahan dimasa lalu, anak saya saya daftarkan di sekolah Islam. Saat itu kan sudah bermunculan sekolah sekolah Islam yang bagus, yang bayarannya lebih mahal dari sekolah biasa. Tapi gak apa apa, saya tidak berkeberatan. Sore hari anak saya ikut TPA yang ada didalam kompleks perumahan. Setiap sore, kecuali Sabtu dan Minggu. Sudah dipastikan dong kalau anak saya bisa mengaji. Pertama, mereka sekolah di sekolah Islam, kedua, mereka ikut TPA di sore hari. 

Lalu kapan saya mulai belajar mengaji kembali? Yaitu saat saya akan melaksanakan ibadah haji pada tahun 2005. Saat itu saya berpikir, masa saya engga baca Al Quran disela sela ibadah nanti. Lalu saya serius belajar dengan bimbingan seorang ustadz yang juga guru ngaji anak-anak saya. Suami saya engga ikut belajar karena dia sudah bisa mengaji kan.. Hasil dari belajar intensif beberapa bulan itu membuat saya lumayan bisa membaca Al Quran dengan terbata-bata. Selama ibadah haji disela-sela sholat saya membaca Al Quran. Tetapi kemudian tahapan belajar hanya sampai disitu saja. Tidak bertambah.

Saya juga beberapa kali memanggil guru private mengaji. Yang artinya, keinginan saya sebetulnya tidak pernah surut untuk belajar mengaji. Tapi, ya ituu selalu merasa ada kendala, harus bolak balik keluar kota lah, sibuk ini itu lah, dan lain lain dan lain.. Saya mencoba ikut pengajian diperumahan saya. Tapi untuk belajar membaca Al Quran saya selalu mundur teratur karena merasa tertinggal jauh di belakang. Mungkin ada yang ingin tau, apakah ibu saya tidak membimbing saya kok sampai engga bisa mengaji?  Nah.. Ini yang juga menjadi semacam alasan kenapa saya mundur teratur dari pengajian ibu-ibu di kompleks. Ibu saya aktif di Majelis Taklim, hampir semua ibu-ibu mengenal baik ibu saya sehingga kalau ketemu, sapaan yang saya terima: Oooh ini puterinya Ibu Entin? Haha. Mereka engga tau kalau anaknya Ibu Entin tidak pandai membaca Al Quran.

Sampai satu hari temen saya Eka tiba-tiba mengirim pesan. Ne, belajar ngaji yuuk. 
Nah begitulah awal saya kembali belajar mengaji, belajar membaca Al Quran. Mungkin juga waktu sedang berpihak kepada saya. Bergabunglah saya dengan kelompok pengajian yang untuk mencapainya harus lewat jalan toll dulu. Guru mengajinya adalah seorang teman lama saat sama-sama bekerja di perusahaan Jerman jaman dahulu kala disaat saya masih belum mengerti malam Lailatul Qadr. Perlahan tapi pasti saya tergerak untuk terus membaca Al Quran. Setiap hari ada setoran bacaan yag membuat saya harus membaca. Setoran itu dengan tertib saya kerjakan. Saya baca.. dengan bimbingan suami saya. Jadi setiap malam saya membaca Al Quran berhadapan dengan suami yang memperbaiki bacaan saya. Berkali-kali saya ditegur karena saya tidak hafal huruf. Tegas juga dia.. Saya malah disuruhnya balik lagi ke Iqra.

Lalu terjadilah pandemik, wabah yang membuat semua orang harus berusaha sebisa mungkin untuk berdiam dirumah agar tidak terjangkit. Mengaji dilakukan secara virtual melalui bantuan teknologi. Ini saya juga kadang mikir, mungkin Allah sudah merancang pandemik ini disaat manusia siap menghadapinya. Manusia seolah sudah dipersiapkan dengan berbagai bentuk kemudahan berinteraksi melalui internet. Ya itu hanya salah satunya, menurut pemikiran saya sih..

Mengaji bersama secara virtual mungkin baru terjadi saat ini dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau hal ini akan terjadi. Saya sebut ini sebagai satu anugerah bagi saya ditengah pandemik yang sedang melanda dunia. Setiap hari secara tertip saya ikut mengaji. Terbata-bata dengan koreksi disana-sini. Saya belajar secara perlahan tapi pasti dan berkesinambungan bersama teman-teman yang bisa menerima keadaan bahwa saya ya belum lancar membacanya. Sampai akhirnya tibalah khatam Al Quran yang menjadikannya satu pencapaian besar bagi saya.

Terimakasih untuk jalan ini Ya Allah. Terimakasih untuk Ar-Rayhana, untuk ibu guru Evy (teman menjadi guru), untuk Kak Mira dan untuk Mba Susi yang baca Al Qurannya seperti orang membaca koran.. 

Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Tapi yang harus ada adalah kata kemauan. 






Ini semacam my spiritual journey.
Serpong, 5/25/2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencari Gedung Pernikahan Untuk Semi Outdoor Wedding di Sekitar BSD

Merancang Sendiri Dekorasi Untuk Pernikahan Dan Perkiraan Biaya Yang Diperlukan.

KOPI EVA Sensasi Ngopi Asik di Jalur Jogja - Semarang.